GONETNEWS.COM, Puncak Botu — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo melalui Komisi I membahas aduan masyarakat terkait permohonan perlindungan hak atas tanah yang hingga kini belum memperoleh kejelasan. Aduan tersebut muncul sebagai dampak dari pembangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Provinsi Gorontalo di wilayah Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo.
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) digelar di ruang Dulohupa, Gedung DPRD Provinsi Gorontalo, Senin (03/11/2025). Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, Padli Poha, didampingi Wakil Ketua Siti Nurayin Sompie, Sekretaris Ekwan Ahmad, serta seluruh anggota komisi lainnya.
Rapat turut dihadiri perwakilan dari sejumlah instansi, di antaranya Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi dan Kabupaten Gorontalo, Kantor Wilayah Kementerian Hukum, Kantor Wilayah Pemasyarakatan, Dinas PUPR–PKP Provinsi Gorontalo, Lurah Hutuo Kecamatan Limboto, serta masyarakat yang mengajukan aduan.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Padli Poha, menjelaskan bahwa pertemuan ini digelar untuk mencari solusi terbaik terkait permasalahan lahan yang muncul agar tidak ada pihak yang dirugikan.
“Kami ingin memastikan persoalan ini diselesaikan dengan prinsip keadilan dan keterbukaan. Baik masyarakat maupun pemerintah harus sama-sama mendapatkan kepastian hukum,” ujar Padli.
Ia menambahkan, DPRD berkomitmen menindaklanjuti hasil rapat dengan melakukan koordinasi bersama instansi terkait, agar permasalahan hak atas tanah yang menjadi dasar aduan masyarakat dapat segera memperoleh kejelasan.
Sementara itu, perwakilan masyarakat pengadu berharap adanya kepastian atas status lahan mereka yang terdampak pembangunan Lapas Perempuan. Warga menilai, hingga kini belum ada kejelasan mengenai tindak lanjut dari permohonan perlindungan hak yang telah diajukan kepada pemerintah.
Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo menegaskan akan terus memantau perkembangan penyelesaian masalah ini. Rapat tersebut diharapkan menjadi langkah awal menuju penyelesaian yang adil, agar pelaksanaan pembangunan fasilitas publik tidak menimbulkan konflik hak atas tanah di kemudian hari. (GN-01)


									
													







