Hasil Sensus Pertanian 2023 di Provinsi Gorontalo, Tantangan dan Harapan Masa Depan Pertanian

Hasil Sensus Pertanian 2023 di Provinsi Gorontalo, Tantangan dan Harapan Masa Depan Pertanian
Jamaluddin Hamid,Pemerhati lingkungan dan Kepala SMK PPN Gorontalo
banner 468x60

GONETNEWS.COM, Gorontalo – Sensus Pertanian 2023 yang dilakukan Badan Pusat Statistik  Provinsi Gorontalo memberikan gambaran nyata tentang kondisi sektor pertanian di wilayah ini, khususnya di Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Salah satu temuan utama adalah adanya penurunan luas lahan pertanian di kedua daerah tersebut. Penurunan ini menjadi perhatian serius karena lahan pertanian merupakan salah satu aset utama dalam menopang keberlanjutan sektor agraris di wilayah ini. Selain itu, tantangan yang dihadapi tidak hanya terkait ketersediaan lahan, tetapi juga mencakup aspek sumber daya manusia, khususnya tingkat pendidikan dan usia petani yang diduga berkontribusi terhadap produktivitas pertanian.

Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango mencatat adanya penurunan luas lahan pertanian dibandingkan periode sensus sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya alih fungsi lahan menjadi area non-pertanian seperti perumahan, infrastruktur, dan fasilitas umum. Urbanisasi yang pesat di Kota Gorontalo, misalnya, turut memengaruhi pola penggunaan lahan. Lahan-lahan yang sebelumnya produktif untuk kegiatan pertanian kini beralih fungsi untuk memenuhi kebutuhan perkotaan yang terus berkembang.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Di Bone Bolango, penurunan luas lahan juga didorong oleh tantangan lain, seperti degradasi lahan dan kurangnya perhatian terhadap konservasi tanah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan produksi pangan di wilayah ini. Dengan luas lahan yang semakin terbatas, tantangan ini menuntut upaya serius dalam pengelolaan lahan yang lebih efektif dan efisien.

Sensus juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani di Provinsi Gorontalo masih tergolong rendah, dengan rata-rata pendidikan petani hanya mencapai jenjang SD atau sederajat. Rendahnya tingkat pendidikan ini berdampak pada kapasitas petani dalam mengadopsi teknologi modern dan praktik pertanian yang lebih produktif. Tanpa pengetahuan yang memadai, petani cenderung tetap bergantung pada metode konvensional yang mungkin tidak lagi relevan dengan tantangan pertanian masa kini, seperti perubahan iklim dan persaingan pasar.

Selain itu, data sensus mengungkap bahwa mayoritas petani di Gorontalo berusia 50 tahun ke atas. Kondisi ini menandakan bahwa sektor pertanian di daerah ini didominasi oleh kelompok usia yang sudah lanjut. Usia yang lebih tua sering kali dikaitkan dengan kemampuan fisik yang menurun, sehingga memengaruhi produktivitas kerja. Lebih jauh, generasi muda yang diharapkan menjadi penerus justru menunjukkan minat yang rendah untuk terjun ke sektor pertanian, menciptakan ancaman serius terhadap regenerasi petani di masa depan.

Salah satu indikasi rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian di Gorontalo adalah minimnya pendaftar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menawarkan jurusan bidang pertanian. Kondisi ini menjadi bukti nyata bahwa sektor pertanian tidak lagi dianggap menarik atau menjanjikan oleh generasi muda. Faktor-faktor seperti persepsi bahwa pekerjaan di sektor pertanian kurang menguntungkan, kurangnya promosi pendidikan agribisnis, serta dominasi narasi kesuksesan di sektor lain, turut memperparah kondisi ini.

Selain itu, teknologi pertanian modern yang seharusnya menarik perhatian kaum muda kurang diperkenalkan secara masif. Padahal, inovasi seperti pertanian cerdas berbasis digital (smart farming), penggunaan drone untuk pemantauan lahan, usaha pembibitan tanaman, budidaya sistem pot, hidroponik dan mekanisasi pertanian memiliki potensi besar untuk mengubah cara pandang generasi muda terhadap sektor ini.

Rendahnya pendidikan dan usia petani yang mayoritas di atas 50 tahun memberikan dampak nyata terhadap produktivitas sektor pertanian di Gorontalo. Petani dengan pendidikan rendah cenderung memiliki keterbatasan dalam memahami teknik-teknik pertanian modern, manajemen usaha tani, hingga akses pasar. Hal ini berujung pada hasil panen yang kurang optimal serta keterbatasan dalam memaksimalkan potensi ekonomi dari produk pertanian.

Sementara itu, dominasi petani berusia lanjut menciptakan tantangan tambahan. Usia yang lebih tua sering kali mengurangi kapasitas petani untuk bekerja secara intensif di lapangan, yang pada akhirnya memengaruhi efisiensi kerja. Tanpa adanya regenerasi petani, sektor ini dikhawatirkan akan kehilangan daya saingnya di masa depan.

Melihat tantangan yang dihadapi, intervensi kebijakan dari pemerintah menjadi sangat mendesak. Pemerintah perlu merancang strategi komprehensif untuk mengatasi penurunan luas lahan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan mendorong regenerasi petani.

Pertama, untuk menjaga keberlanjutan lahan pertanian, pemerintah harus memperketat regulasi terkait alih fungsi lahan. Kebijakan insentif bagi pemilik lahan yang tetap mempertahankan fungsi pertanian juga dapat dipertimbangkan. Selain itu, diperlukan program rehabilitasi lahan yang telah terdegradasi untuk memastikan ketersediaan lahan produktif dalam jangka panjang sehingga lahan yang memiliki kemiringan yang terjal tidak dimanfaatkan untuk tanaman semusim yang cenderung merusak lingkungan dan memberi peluang musibah banjir.

Kedua, peningkatan pendidikan petani harus menjadi prioritas. Program pelatihan dan pendampingan bagi petani, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan praktik pertanian modern, perlu diperluas. Pendekatan berbasis teknologi informasi, seperti pelatihan online dan aplikasi pertanian, juga dapat membantu menjangkau lebih banyak petani.

Ketiga, untuk menarik minat generasi muda, pemerintah perlu mempromosikan sektor pertanian sebagai sektor yang inovatif dan berpotensi memberikan keuntungan ekonomi yang besar. Kerjasama dengan sekolah-sekolah, khususnya SMK, untuk memperkenalkan teknologi pertanian modern dan praktik agribisnis dapat menjadi langkah awal yang efektif. Selain itu, pemberian insentif berupa beasiswa pendidikan bidang pertanian dan dukungan modal usaha bagi lulusan yang ingin berwirausaha di sektor ini dapat menjadi solusi jangka panjang.

Hasil Sensus Pertanian 2023 di Provinsi Gorontalo mengungkapkan tantangan serius yang dihadapi sektor pertanian, mulai dari penurunan luas lahan hingga rendahnya minat generasi muda. Kondisi ini membutuhkan perhatian dan aksi nyata dari berbagai pihak, terutama pemerintah, untuk memastikan keberlanjutan sektor pertanian sebagai pilar utama ketahanan pangan dan ekonomi di Gorontalo. Dengan langkah strategis yang tepat, sektor pertanian di wilayah ini memiliki peluang besar untuk bangkit dan kembali menjadi tulang punggung perekonomian lokal. (GN-02)

Penulis : Jamaluddin Hamid, Pemerhati lingkungan dan Kepala SMK PPN Gorontalo

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *